Jumat, 04 Mei 2018

MODEL PENELITIAN HADIST


MAKALAH METODOLOGI STUDY ISLAM




OLEH KELOMPOK 3 :
Ø   Ahmad Rivaldi Pulungan           (170202003)
Ø   Ni’matul Maola               (170202005)
Ø   Ainun Jariah                    (170202007)
Ø   Abdul latif zikri               (170202012)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
FAKULTAS SYARI’AH
AHWAL SYAKHSIYYAH (A)
2017




KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa rahmat & ridhoNYA,kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Muhasim, M.HI., selaku dosen pengampu “Metodologi Studi Islam” yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.Kami juga mengucapkan kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
            Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang “Model Penelitian Hadits” Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.


Mataram, 23 Oktober  2017


PENULIS













DARTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG...............................................................................4
B.     RUMUSAN MASALAH...........................................................................4
BAB II: PEMBAHASAN
A.    Pengertian penelitian hadis......................................................................5
B.     Tujuan penelitian hadis............................................................................6
C.    Model (metode) penelitian hadis..............................................................6
D.    Metode kritik hadis...................................................................................9
E.     Ilmu-ilmu tentang penelitian hadis........................................................12
BAB III: PENUTUP
A.    KESIMPULAN........................................................................................15
B.     DAFTAR PUSTAKA..............................................................................16
C.    TANYA JAWAB.....................................................................................17








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
            Sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah al-qur’an, keberadaan hadist ini disamping telah mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, hadist juga telah menjadi bahan kajian yang menarik yang tiada henti-hentinya. Penelitian terhadap hadist baik dari segi keautentikannya, kandungan makna dan ajaran yang terdapat didalamnya, macam-macam tingkatannya maupun fungsinya dalam menjelaskan kandungan al-qur’an dan lain sebagainya telah banyak dilakukan para ahli bidangnya.
            Hasil-hasil dari penelitian dan kajian para ahli terssebut telah didokumentasikan dan dipublikasikan baik kepada kalangan akademis, diperguruan tinggi, bahkan madrasah maupun pada kalangan masyarakat pada umumnya. Bagi kalangan akademis, adanya berbagai hasil penelitian hadist tersebut membuka peluang untuk diwujudkannya suatu disiplin kajian islam.
            Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka pada kesempatan ini kami akan membahas “model-model penelitian hadist”.

B.     Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang “model penelitian hadist”, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan penelitian (kritik) hadist?
2.      Apa sajakah model (metode) penelitian hadist?
3.      Mengapa penelitian hadist dilakukan?
4.      Bagaimanakan ilmu-ilmu tentang penelitian hadis?












BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Penelitian (Kritik) Hadis
            Dalam bahasa arab, penelitian hadis di kenal dengan naqd al-Hadits. Kata naqd sendiri berarti penelitian, analisis, pengecekkan, dan pembedaan.[1] Berdasar keempat makna ini, kritik hadis berarti penelitian kualitas hadis, analisis terhadap sanad dan matannya. pengecekkan hadis ke dalam sumber-sumber, serta pembedaan antara hadis autentik dan yang tidak. Dalam al- qur’an dan hadis sendiri tidak ditemukan kata al-naqd yang digunakan dalam arti kritik. Namun, ini tidak berarti bahwa konsep kritik tidak dikenal dalam al-qur’an sebab kenyataannya, al-qur’an mengatakan yamiz[2] (bentuk mudhari dari kata maza) untuk maksud ini yang berarti memisahkan dan membedakan sesuatu dari sesuatu yang lain. Barangkali berangkat dari konsep inilah muslim ibn al-Hajaj pada abad ke-3 H. (w. 261 H.)  memberi judul bukunya yang membahas kritik hadis dengan kitab al-Tamyiz.
            Dalam praktiknya, kata al-naqd jarang digunakan dalam pengertian penelitian (kritik) dikalangan ulama hadis terdahulu. Istilah yang populer untuk penellitian (kritik) hadis al-jarh wal al- ta’dil. Yang berarti kritik negatif dan kritik positif terhadap hadis atau periwayatnya. Bila dicermati definisi kata al-naqd menurut Abu Hatim Al-Razi (w. 327 H), sebagaimana dikutip Muhammad Musthafah A’zhami, sebagai upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis sahih dan da’if dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat.[3] Maka istilah jarh wa al-ta’dil relevan  dengan naqd al- hadis. Demikian pula definisi kritik yang dikemukakan al-Jawabi dalam bukunya juhud al-muhaditsin:

“penetapan status cacat atau ‘adil pada periwayat hadis dengan menggunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahiui para ahlinya, dan mencermati matan-matan hadis sepanjang sahih sanadnya untuk tujuan mengakui faliditas atau menilai lemah, dan upaya menyingkap kemusykilan pada matan dengan mengaplikasikan tolak ukur yang detail”[4]
            Dengan demikian penellitian ( kritik) hadis tidak dimaksudkan untuk menguji kebenaran hadis-hadis dalam kapasitasnya sebagai sumber ajaran islam yang dibawa nabi muhammad karena kondisinya dalam status terjaga (ma’shum), tetapi pada tataran kebenaran menyampaikan informasi hadis mengingat masa kodifikasinya cukup panjang sehingga memerlukan mata rantai periwayat penyampai informasi dalam bentuk sanad berbeda dengan al-qur’an yang dibukukan tidak lama setelah nabi wafat. Rentang waktu lama itulah penyebab diperlukannya kritik untnuk mengetahui akurasi dan validitasnya

B.     Tujuan takhrij (penelitian) al-hadis[5]
1.      Menemukan suatu hadis dari beberapa buku induk.
2.      Mengetahui eksistensi hadis, apakah hadis tersebut benar-benar ada di dalam buku-buku hadis atau tidak.
3.      Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukharrij yang berbeda.
4.      Mengetahui kualitas dan kuantitas hadis, baikdari segi sanad maupun matan. Dengan demikian,  dapat ditetapkan apakah hadis tersebut  diterima atau ditolak.[6]
5.      Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui sanad yang bersambung atau terputus, dan mengetahui kemampuan periwayat dalam mengingat hadis serta kejujurannya.
6.      Mengetahui status hadis. Apabila sanad suatu hadis hukumnya dha’if kemudian melalui sanad lain hukumnya shahih, akan meningkatkan status hadis tersebut yang awalnya dhaif menjadi hasan li ghayrihi atau dari hasan menjadi shahih li ghayrihi.
7.      Mengetahui bagaiman ulama menilai hadis dan bagaimana penilaian tersebut disampaikan.

C.     Model (metode) penelitian hadis[7]
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan takhrij, yaitu:
1.      Memerhatikan sahabat yang meriwayatkannya
2.      Memerhatikan lafal pertama dari matan hadis
3.      Memerhatikan salah satu lafal hadis
4.      Memerhatikan tema hadis
5.      Memerhatikan tentang sifat khusus sanad atau matan hadis.
Dengan demikian, untuk melakukan takhrij al-hadis dapat ditempuh dengan salah satu metodedari beberapa metode berikut ini:
1.      Metode takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadis.
Metode ini hanya dipergunakan bilamana nama sahabat itu tercantum pada hadis yang akan ditakhrij. Apabila nama sahabat tersebut tidak tercantum dalam hadis itu dan tidak dapat diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat dipakai.
    Apabila nama sahabat tercantum pada hadis tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat diketahui dengan cara tertentu, kemudian ditemukan pula metode takhrij yang diddasarkan pada pengetahuan nama sahabat, perawi hadis, maka dapat digunaka tiga macam kitab, yaitu:
a.       Kitab-kitab musnad
Kitab musnad adalah kitab-kitab yang disususn berdasarkan urutan nama sahabat, sesuai dengan kedahuluannya masuk islam atau nasabnya[8], dalam kitab ini hadis-hadis para sahabat dikumpulkan secara tersendiri.
b.      Kitab-kitab  Mu’jam
Kitab mu’jam adalah kitab yang disusun menurut nama-nama sahabat, guru, negeri, atau lainnya.
c.       Kitab-kitab Athraf[9]
Kitab athraf adalah semacam kitab hadis yang penyusunanya hanya menyebutkan sebagian matan hadis yang menunjukkan keseluruhannya, sistematika kitab biasanya mengikuti musnadnya sahabat, secara alfabetis.
2.      Metode takhrij melalui lafadz awal dari matan hadis
Metode ini dipakai apabila permulaaan lafaz-lafaz hadis tersebut dapat diketahui dengan tetap. Jenis kitab yang dipakai dengan metode ini adalah:
a.       Kitab-kitab hadis yang disusun untuk hadis-hadis yang populer dalam masyarakat.
·         Al-Tadzkirah fi Ahadits Al-Musytaharah li al-Zarkasyi.
·         Al-Darur al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Mutasytaharah al-suyuthi;
·         Al-Laily al-Mantsurah fi al-Ahadits al-Mansyhurah mimma Allafahu al-Thab’u wa laisa lahu ashl fi al-syar’i li Ibnu Hajar
·         Al-Maqasid  al-Hasanah fi bayan katsir ni al-hadists musytaharah ala al-alsinah li al-sakhawi
b.      Kitab hadis yang disusun secara alfabetis, antara lain al-jami’ al-shagir min hadits al-basyir al-nadzir  lil jalal al-din abd al-rahman abi bakr al-suyutthi.
c.       Kitab-kitab kunci atau indeks bagi kitab-kirab tertentu.
3.      Metode takhrij melalui pengetahuan salah satu lafal hadis
Metode ini hanya menggunakan satu kitab petunjuk saja, yaitu; “al-mujmal al-mufahras li al-alfadz al-hadits al-nabawi”. Kitab ini memerlukan sususnan sejumlah orientalis yang dipimpin oleh A. J. Wensink. Orang muslim yang ikut terlibat dalam penyusunannya adalah muhammad fuad abd al-baqi.
4.      Metode takhrij melalui pengetahuan tema hadis
Metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah biasa dan ahli dalam hadis. Orang yang awam dalam soal hadis akan sulit untuk menggunakannya, karena hal yang dituntutkan dalam metode ini adalah kemampuan untuk menentukan tema dari suatu hadis yang hendak ditakhrijkan. Baru kemudian kita membuka kitab hadis  pada bab dan kitab yang mengandung tema tersebut.
    Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab-kitab yang disusun secara tematis. Kitab-kitab ini dapat dibedakan kedalan tiga kelompok, yaitu:
a)      Kitab-kitab yang berisi seluruh tema agama
b)      Kitab-kitab yang berisi sebagian banyak tema-tema agama
c)      Kitab-kitan yang berisi satu aspek saja dalam tema-tema agama.
5.      Metode takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau sanad hadis itu
Yang dimaksud dengan metode takhrij ini, ialah memerhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadis, baik yang ada pada matan atau sanadnya, kemudian mencari asal hadis-hadis itu dalam kitab-kitab yangkhusus mengumpulkan hadis-hadis yang mempunyai keadaan atau sifat tersebut, baik dalam matan maupun sanadnnya. Yang pertama diperhatikan adalah keadaan atau sifat yang ada pada matan, kemudian yang ada pada sanad, yang selanjutnya yang ada pada dua-duanya.
D.    Metode Kritik Hadist[10]
a.         Metode Kritik Sanad
Yang dimaksud dengan metode kritik sanad adalah suatu pengkajian secara kritis atas objek berupa sanad atau mata rantai hadist perawi terakhir atau mukharij hadisr hingga Rasulullah. Pengkajian ini focus pada 3 hal yaitu :
·         Biografi perawi hadist
·         Hubungan antara perawi terdekat dalam hadist
·         Kualitas kepribadian perawi hadist
Sejak awal, pengembangan ilmu disekitar isnad ini yang paling berkembang. Hal ini dibuktikan melalui cabang-cabang ilmuhadist dan ilmu riwayat al-ruwat yang masuk dalam jenis ilmu dirayah.
Metode kritik sanad ini harus diimbangi pula dengan metode kedua,yaitu metode kritik matan. Sebab, belakang ini ada banyak orang yang sangat kritis dalam mengkritik sanad tetapi kurang kritis terhadap matan. Akibatnya mereka tampak kurang perhatian terhadaprelevansi suatu hadist pada persoalan-persoalan kontemporer.
b.      Metode Kritik Matan
Yaitu suatu pengkajian secara kritik atas hadist nabi dari sisi matan (redaksi hadist) untuk menguji otensititasnya, validitasnya, serta ketepatannya. Penelitian ini difokuskan pada beberapa objek. (1) keaslian kata hadist (bil qaul) dilihat dari dikenal atau tidaknya kata tersebut dalam kurun Nabi dan sahabat. (2) ketepatan pemilihan kata (redaksi hadist) oleh perawi yang meyakinkan sesuai dengan kejadian dimasa Nabi dalam kaitannya dengan periwayatan bil ma’na.
Untuk mengetahui secara akurat tentang keaslian suatu kata atau lafadz, menurut ibn Mubarak, perlu metode perbandingan, sedangkan metode perbandingan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, perbandingan antara hadist  dari berbagai murid seorang syaikh. Kedua perbandingan antara pernyataan-pernyataan (lafazd) dari seorang ulama yang dikeluarkan pada waktu-waktu  yang berlainan. Ketiga, perbandingan antara hadist dengan ayat al-qur’an yang berkaitan.

c.       Model kritik sanad dan matan
Seorang ulama besar masa kini dari al-azhar mesir, Muhammad Al-Ghazali menulis sebuah buku yang berjudul al-sunnah al-nabawiyyah baina ahl fiqh wa ahl hadist yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, buku ni ditulis merespon gejala sikap-sikap literal dalam memahami hadist disatu pihak yang diwakili oleh kaum ortodok. Disisi lain merupakan respon kepada mereka yang cenderung meremehkan fungsi hadist dalam system hukum.
Menurut Abuddin Nata, buku ini tergolong penelitian eksploratif. Maksudnya membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan actual yang muncul dimasyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada hadist tersebut. Dengan kata lain, Muhammad Al-Ghazali terlebih dahulu memahami hadist yang ditelitinya dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah actual yang muncul dimasyarakat. Corak penyajiannya masih bersifat deskriptif analitis kritis. Yakni mendeskripsikan hasil penelitian sedemikian rupa dilanjutkan dengan menganalisanya dengan pendekatan fiqih, sehingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran islam dari berbagai faham yang dianggapnya tidak sejalan dengan al-qur’an dan as-sunnah yang mutawattir.
Masalah yang terdapat dalam buku ini cukup banyak. Setelah menjelaskan prihal keshahihan hadist dan persyaratannya,ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena tangisannya keluarganya, tentang hokum qishas, shalat tahiyat masjid, tentang sekitar dunia wanita yang meliputi antara kerudung dan cadar, wanita keluarga dan profesi, hubungan wanita dengan masjid, kesaksian wanita dalam kasus pidana dan qishas, prihal nyanyian, etika makan, minum, berpakaian, membangun rumah, kemasukan setan, memahami al-qur’an secara serius, hadist-hadist tentang masa kekacauan, antar sarana dan tujuan, serta takdir dan fatalisme
d.   Model Metode Kritik Historis
Contoh model study hadis dengan metode ini adalah dikutip secara keseluruhan dari Abuddin nata (1198: 196-197).
Mushthafa al-siba’iy dikenal dengan tokoh intelektual muslim dari mesir dan disebut-sebut sebagai pengikut gerakan ikhwanul muslimin, selain banyak menulis (meneliti) tentang masalah social ekonomi dari sudut pandang islam, juga menulis buku-buku materi kajian agama islam. Diantara bukunya yang berkenaan dengan hadist adalah al-sunnah wa makanatuha fi al-tasyri’al-islami yang diterjemahkan oleh nurcholish majdid menjadi sunnah dan peranannya dalam penetapan hokum islam pembelaan  kaum sunni diterbitkan oleh pustaka firdaus, Jakarta pada tahun 1991, cetakan pertama.
Penelitian yang dilakukan mushthafa al-siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Ia berupa mendapatkan bahan-bahan penelitian sebanyak-banyaknya dari berbagai literatur hadist sepanjang perjalanan kurun waktu yang tidak singkat. Penerjemahan buku ini nurcholish madjid mengatakan,
seperti dapat kita baca dari buku mushthafa al-siba’iy ini, proses pencatatan dan pengumpulan bahan “laporan”itu memakan waktu cukup panjang selama 200 tahun, sejak dari masa rintisan Syihab al-din al-zuhri (Wafat 124 H./742 M) sampai penyelesaian al-Nasa’iy (wafat 303H./916 M) salah  seorang tokoh Ak-kutub Al-sittah”
Hasil penelitian yang dilakukan mushthafa al-siba’iy antara lain mengetahui sejarah proses terjadinya dan tersebarnya hadist mulaidari Rasulullah sampai terjadinya upaya pemalsuan hadist dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah, dibukukannya ilmu musthalah hadist, ilmu jarh dan ta’dil, kitab-kitab tentang hadist-hadist palsu, dan para pemalsu serta penyebarannya.
Selanjutnya al-siba’iy juga menyampaikan penelitiannya mengenai pandangan kaum khawarij, syi’ah, mu’tazilah dan mutakallimin, para penulis modern, dan kaum muslimin pada umumnya terhadap al-sunnah. Dilanjutkan dengan laporan tentang sejumlah kelompok dimasa sekarang yang mengingkari kehujjahan al-sunnah disertai dengan pembelaannya. Dengan melihat isi penelitian yang dilakukan al-siba’iy Nampak tidak netral. Ia berupaya mengumpulkan bahan-bahan kajian sebanyak mungkin untuk selanjutnya diarahkan untuk melakukan pembelaan kaum sunni terhadap kaum sunnah. Seharusnya ia menyajikan data apa adanya sedangkan penilaiannya diserahkan kepada pembaca.  



E.     Ilmu-ilmu mengenai penelitian hadits [11]

a.       Rijal al- hadist
Secara etimologi, rijal al-hadist berarti orang-orang disekitar hadist. Secara terminologi, ilmu rijal al-hadist adalah ilmu yang membahas tentang para periwayat hadist baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi setelahnya yang disebut dengan tabi’ut tabi’in dalam kapasitas mereka sebagai periwayat hadist. Para ulama hadist mendefinisikan ilmu rijal al-hadist adalah ilmu yang membahas tentang para perawi dan biografi dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in. objek kajiannya ada pada matan dan sanad.
b.       Al-jarh wa at-ta’dil
Al-jarh wa at-ta’dil adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan para periwayat hadist dari segi dapat diterima atau ditolaknya periwayatannya. Al-jarh wa at-ta’dil membahas tentang segala hal ihwal periwayat hadist dari segi diterima atau ditolaknya riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan kepada pembahasan kualitas pribadi periwayat hadist, khususnya dari segi kedhabitannya, kejujurannya, integritas pribadinya terhadap ajaran islam dan berbagai keterangan lainnya berhubungan dengan penelitian sanad hadist.
c.       Tahammul hadist
Ilmu ini menjelaskan tentang cara-cara yang ditempuh oleh para sahabat dalam menerima hadist dari rasulullah sekaligus menyampaikan kepada sahabat lain. Dalam menerima hadist, dipergunakan 8 cara yaitu :
1.      Metode al-sima’ yaitu dengan cara mendengar langsung dari nabi
2.      Metode al-qira’ah yaitu dengan cara membaca dihadapan guru atau sahabat
3.      Metode al-ijazah yaitu dengan cara seorang guru memberikan ijazah atau sertifikat kewenangan kepada murid untuk menerima dan menyampaikan hadist.
4.      Metode al-munawalah yaitu dengan cara seorang guru ahli hadist memberikan hadist kepada muridnya agar ia dapat meriwayatkan nya dari sang guru.
5.      Metode mukatabah yaitu dengan cara seorang guru menulis dengan tangannya sendiri atau meminta orang lain menulis darinya sebagian hadistnya untuk seorang murid yang ada dihadapannya atau murid yang berada ditempat lain lalu guru itu mengirimkannya kepada sang murid bersama orang yang dapat dipercayanya.
6.      Metode I’lam yaitu seorang syaikh memberitahukan kepada muridnya bahwa hadist tertentu merupakan bagian dari riwayat-riwayat miliknya dan telah didengarnya atau telah diambilnya dari seseorang.
7.      Metode al-washiyyah yaitu seorang syaikh mewasiatkan kepada seseorang agar hadist atau bukunya diriwayatkan darinya. Mungkin syaikh akan meninggal atau berpergian jauh.
8.      Metode al-wijadah yaitu penerimaan suatu hadist dari shahifah tanpa mendengar, mendapatkan ijazah, ataupun proses munawalah.
d.      Ilmu tarikh al-ruwat
Ilmu tarikh al-ruwat yaitu ilmu yang bertujuan memahami para perawi hadist dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap hadist. Ilmu ini meliputi penjelasan tentang keadaan para rawi, sejarah kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, sejarah belajarnya, perjalanan ilmiah yang pernah ditempuh, peristiwa-peristiwa pening yang pernah dialaminya, dan pikiran-pikiran yang terkait dengan hadist. Ilmu ini mempelajari sejauh mana seorang perawi berhak meriwayatkan hadist-hadist. Salah satu contohnya  kitab yang membahas biografi para rawi hadist, at-thabaqaath al-kubra karya Muhammad ibn sa’ad(168-230 H).
e.       Ilmu gharib al-hadist
Ilmu ini menjelaskan kata-kata hadist yang kurang jelas maknanya. Ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap llmu ini karena masih memperkenalkan lebih jauh tentang makna-makna yang masih mengandung misteri dan kontroversi. Mengetahui kosa kata dan maknanya secara tepat merupakan langkah awal yang tepat untuk memahami makna hadist dan menggali kandungan hukumnya. Buku yang secara khusus ditulis dalam hal ini adalah, gharib al-hadist karya abu ubaid al-Qasim ibn salam (157-224 H).

f.       Ilmu mukhtalif al-hadist
Ilmu ini mengkaji hadist-hadist yang tampaknya saling bertentangan dari segi maksudnya, dan berusaha mengkomprominya. Dan membahas hadist yang sulit difahami dan berupaya mencari jalan keluarnya. Sebagai contoh, terdapat dua hadist nabi yang tampaknya bertentangan, dan tentu tidak mudah difahami jika tidak mengenalinya dengan baik. Hadist pertama berbunyi “air tidak dapat dinajiskan oleh suatu apapun” hadist kedua berbunyi “bila air sudah mencapai dua qullah, maka tidak akan membawa najis”, selintas kedua hadist diatas Nampak seperti bertentangan, namun menurut ibn Qutaibah tidaklah bertentangan, sabda rasul yang pertama didasarkan pada kebiasaan yang paling banyak terjadi karena biasanya air yang ada disumur-sumur dan kolam-kolam jumlahnya banyak sehingga sabda beliau tersebut berarti khusus. Disisi lain, beliau itu menjelaskan ukuran air itu dua qullah, suatu ukuran yang tidak dapat dinajiskan karena ia terbilang banyak. Adapun kitab yang paling awal dalam bidang ini yaitu ikhtilaf al-hadist karya imam syafi’I (150-204 H).
g.      Ilmu ‘ilal al-hadist
Ilmu ‘ilal al-hadist yaitu ilmu yang membahas sebab yang tersembunyi (‘ilal) yang menyebabkan suatu hadist yang asalnya berkedudukan tertentu harus diberi catatan setelah diketahui sebab-sebabnya yang tersembunyi itu. Seperti memuttasilkan suatu hadist kedalam hadist yang lain, dan mencampuradukan sanad dengan matan atau yang sejenis.
h.      Ilmu Musthalah al-hadist
Ilmu Musthalah al-hadist merupakan suatu ilmu yang membahas hakikat periwayatannya, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi-perawinya, dan macam-macam yang diriwayatkan serta hal-halyang berhubungan dengannya. Definisi lain menjelaskan bahwa ilmu ini adalah ilmu yang membahas tentang keadaan perawinya dan apa yang diriwayatkannya dari segi diterima atau ditolaknya. Melalui hadist ini diketahui kedudukan hadist dari sisi kualitas perawinya, hadist nabi dibagi menjadi hadist shahih, hasan, dan daif, serta cabang-cabangnya. Sedangkan dari sisi kuantitas perawinya, hadist nabi dibagi menjadi dua yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad serta berbagai cabang-cabangnya.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      penetapan status cacat atau ‘adil pada periwayat hadis dengan menggunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahiui para ahlinya, dan mencermati matan-matan hadis sepanjang sahih sanadnya untuk tujuan mengakui faliditas atau menilai lemah, dan upaya menyingkap kemusykilan pada matan dengan mengaplikasikan tolak ukur yang detail
2.      Tujuan takhrij (penelitian) al-hadis yaitu: Menemukan suatu hadis dari beberapa buku induk., Mengetahui eksistensi hadis, Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukharrij yang berbeda., Mengetahui kualitas dan kuantitas hadis, baikdari segi sanad maupun matan. , Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui sanad yang bersambung atau terputus, dan mengetahui kemampuan periwayat dalam mengingat hadis serta kejujurannya., Mengetahui status hadis, . Mengetahui bagaimana ulama menilai hadis dan bagaimana penilaian tersebut disampaikan.
3.      Model (metode) penelitian hadis ada 5 , yaitu:Memerhatikan sahabat yang meriwayatkannya, Memerhatikan lafal pertama dari matan hadis, Memerhatikan salah satu lafal hadis, Memerhatikan tema hadis, Memerhatikan tentang sifat khusus sanad atau matan hadis.
4.      Metode Kritik Hadist terbagi menjadi 3 yaitu: Metode Kritik Sanad, Metode kritik matan, dan Metode kritik sanad dan matan
5.      Ilmu-ilmu mengenai penelitian hadits yaitu: Rijal al- hadist , Al-jarh wa at-ta’dil, Tahammul hadist, Ilmu tarikh al-ruwat, Ilmu gharib al-hadist, Ilmu mukhtalif al-hadist, Ilmu ‘ilal al-hadist, Ilmu Musthalah al-hadist.




DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Studi Islam dalam Rangka Dimensi dan Pendekatan, 2005.  Jakarta : Kencana.
Nurhakim,Moh., Metodologi Studi Islam, 2014. Malang: UMM.
Khon, Abdul Majid, Takhrij dan Metode Memahami Hadis,  Nov.2014, Jakarta: AMZAH., 
H.Idri, Studi Hadis, 2010. Jakarta: Kencana.
al-Thahhan, Mahmud, Ushul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, (Aleppo: Al-Maktabah al-Arabiyah.1978).
Azhami,Muhammad Musthafa, Manhaj Al-Naqd ‘Inda al-muhaditsin, (Riyadh: al-Ummariyah,1982),
Al-jawwabi, Juhud Al-Muhaditsin (Tunis: Muassasa Abd Al-Karim, 1986)























[1]Hans wehr, A Dictionary of modern written arabic (London: George Allen & Unwin Ltd., 1970), h. 990.
[2]Al-qur’an surat 3/al-imran 179
[3]Muhammad Musthafa Azhami, Manhaj Al-Naqd ‘Inda al-muhaditsin, (Riyadh: al-Ummariyah,1982), h. 5
[4]Al-jawwabi, Juhud Al-Muhaditsin (Tunis: Muassasa Abd Al-Karim, 1986) h. 94
[5]Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis,  Nov.2014, Jakarta: AMZAH.,  hlm. 4-5
[6]Abdul Muhdi bin Abdi Maujud, Thuruq Hadis Rasulullah SAW. hlm. 11
[7]Dr. Muhaimin, Studi Islam dalam Rangka Dimensi dan Pendekatan, 2005.  Jakarta : Kencana. hlm. 157
[8]Shubi al-Shalih. Op.cit. hlm.123
[9]Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, (Aleppo: Al-Maktabah al-Arabiyah.1978). hlm. 37-39
[10]Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam, 2014. Malang: UMM. hlm. 77
[11]Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam, 2014. Malang: UMM. hlm.  74


1 komentar:

 
Ni'matul Maola Blogger Template by Ipietoon Blogger Template