OLEH KELOMPOK 3 :
Ø
Ahmad Rivaldi Pulungan
(170202003)
Ø
Ni’matul Maola (170202005)
Ø
Ainun Jariah (170202007)
Ø
Abdul latif zikri (170202012)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
FAKULTAS
SYARI’AH
AHWAL
SYAKHSIYYAH (A)
2017
KATA
PENGANTAR
Pertama-tama kami
panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa
rahmat & ridhoNYA,kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Ahmad Muhasim, M.HI., selaku dosen pengampu “Metodologi Studi Islam” yang
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.Kami juga mengucapkan kepada
teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang “Model Penelitian Hadits” Mungkin
dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.Maka
dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen demi
tercapainya makalah yang sempurna.
Mataram, 23 Oktober 2017
PENULIS
DARTAR
ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG...............................................................................4
B.
RUMUSAN MASALAH...........................................................................4
BAB II: PEMBAHASAN
A.
Pengertian penelitian hadis......................................................................5
B.
Tujuan penelitian hadis............................................................................6
C.
Model (metode) penelitian hadis..............................................................6
D.
Metode kritik hadis...................................................................................9
E.
Ilmu-ilmu tentang penelitian
hadis........................................................12
BAB III: PENUTUP
A.
KESIMPULAN........................................................................................15
B.
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................16
C.
TANYA JAWAB.....................................................................................17
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Sebagai sumber ajaran islam yang
kedua setelah al-qur’an, keberadaan hadist ini disamping telah mewarnai
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, hadist juga telah menjadi bahan
kajian yang menarik yang tiada henti-hentinya. Penelitian terhadap hadist baik
dari segi keautentikannya, kandungan makna dan ajaran yang terdapat didalamnya,
macam-macam tingkatannya maupun fungsinya dalam menjelaskan kandungan al-qur’an
dan lain sebagainya telah banyak dilakukan para ahli bidangnya.
Hasil-hasil dari penelitian dan
kajian para ahli terssebut telah didokumentasikan dan dipublikasikan baik kepada
kalangan akademis, diperguruan tinggi, bahkan madrasah maupun pada kalangan
masyarakat pada umumnya. Bagi kalangan akademis, adanya berbagai hasil
penelitian hadist tersebut membuka peluang untuk diwujudkannya suatu disiplin
kajian islam.
Sejalan dengan pemikiran tersebut,
maka pada kesempatan ini kami akan membahas “model-model penelitian hadist”.
B. Rumusan
masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang “model
penelitian hadist”, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling
berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang
dimaksud dengan penelitian (kritik) hadist?
2.
Apa sajakah
model (metode)
penelitian hadist?
3.
Mengapa
penelitian hadist dilakukan?
4.
Bagaimanakan ilmu-ilmu tentang penelitian hadis?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penelitian (Kritik) Hadis
Dalam
bahasa arab, penelitian hadis di kenal dengan naqd al-Hadits. Kata naqd
sendiri berarti penelitian, analisis, pengecekkan, dan pembedaan.[1]
Berdasar keempat makna ini, kritik hadis berarti penelitian kualitas hadis,
analisis terhadap sanad dan matannya. pengecekkan hadis ke dalam sumber-sumber,
serta pembedaan antara hadis autentik dan yang tidak. Dalam al- qur’an dan
hadis sendiri tidak ditemukan kata al-naqd yang digunakan dalam arti kritik.
Namun, ini tidak berarti bahwa konsep kritik tidak dikenal dalam al-qur’an
sebab kenyataannya, al-qur’an mengatakan yamiz[2]
(bentuk mudhari dari kata maza) untuk maksud ini yang berarti memisahkan dan
membedakan sesuatu dari sesuatu yang lain. Barangkali berangkat dari konsep
inilah muslim ibn al-Hajaj pada abad ke-3 H. (w. 261 H.) memberi judul bukunya yang membahas kritik
hadis dengan kitab al-Tamyiz.
Dalam
praktiknya, kata al-naqd jarang digunakan dalam pengertian penelitian (kritik)
dikalangan ulama hadis terdahulu. Istilah yang populer untuk penellitian
(kritik) hadis al-jarh wal al- ta’dil. Yang berarti kritik negatif dan
kritik positif terhadap hadis atau periwayatnya. Bila dicermati definisi kata
al-naqd menurut Abu Hatim Al-Razi (w. 327 H), sebagaimana dikutip Muhammad
Musthafah A’zhami, sebagai upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis sahih dan
da’if dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat.[3]
Maka istilah jarh wa al-ta’dil relevan
dengan naqd al- hadis. Demikian pula definisi kritik yang
dikemukakan al-Jawabi dalam bukunya juhud al-muhaditsin:
“penetapan status cacat atau ‘adil pada periwayat hadis
dengan menggunakan idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahiui
para ahlinya, dan mencermati matan-matan hadis sepanjang sahih sanadnya untuk
tujuan mengakui faliditas atau menilai lemah, dan upaya menyingkap kemusykilan
pada matan dengan mengaplikasikan tolak ukur yang detail”[4]
Dengan
demikian penellitian ( kritik) hadis tidak dimaksudkan untuk menguji kebenaran
hadis-hadis dalam kapasitasnya sebagai sumber ajaran islam yang dibawa nabi
muhammad karena kondisinya dalam status terjaga (ma’shum), tetapi pada tataran
kebenaran menyampaikan informasi hadis mengingat masa kodifikasinya cukup
panjang sehingga memerlukan mata rantai periwayat penyampai informasi dalam
bentuk sanad berbeda dengan al-qur’an yang dibukukan tidak lama setelah nabi
wafat. Rentang waktu lama itulah penyebab diperlukannya kritik untnuk
mengetahui akurasi dan validitasnya
B. Tujuan takhrij (penelitian) al-hadis[5]
1. Menemukan suatu hadis dari beberapa buku induk.
2. Mengetahui eksistensi hadis, apakah hadis tersebut benar-benar ada di dalam
buku-buku hadis atau tidak.
3. Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukharrij yang berbeda.
4. Mengetahui kualitas dan kuantitas hadis, baikdari segi sanad maupun matan.
Dengan demikian, dapat ditetapkan apakah
hadis tersebut diterima atau ditolak.[6]
5. Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui sanad yang bersambung
atau terputus, dan mengetahui kemampuan periwayat dalam mengingat hadis serta
kejujurannya.
6. Mengetahui status hadis. Apabila sanad suatu hadis hukumnya dha’if kemudian
melalui sanad lain hukumnya shahih, akan meningkatkan status hadis tersebut
yang awalnya dhaif menjadi hasan li ghayrihi atau dari hasan menjadi shahih li
ghayrihi.
7. Mengetahui bagaiman ulama menilai hadis dan bagaimana penilaian tersebut
disampaikan.
C. Model (metode) penelitian hadis[7]
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan takhrij,
yaitu:
1. Memerhatikan sahabat yang meriwayatkannya
2. Memerhatikan lafal pertama dari matan hadis
3. Memerhatikan salah satu lafal hadis
4. Memerhatikan tema hadis
5. Memerhatikan tentang sifat khusus sanad atau matan hadis.
Dengan demikian, untuk melakukan takhrij al-hadis dapat ditempuh dengan
salah satu metodedari beberapa metode berikut ini:
1. Metode takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadis.
Metode ini hanya dipergunakan bilamana nama sahabat itu tercantum pada
hadis yang akan ditakhrij. Apabila nama sahabat tersebut tidak tercantum dalam
hadis itu dan tidak dapat diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang
tentu metode ini tidak dapat dipakai.
Apabila
nama sahabat tercantum pada hadis tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat
diketahui dengan cara tertentu, kemudian ditemukan pula metode takhrij yang
diddasarkan pada pengetahuan nama sahabat, perawi hadis, maka dapat digunaka
tiga macam kitab, yaitu:
a. Kitab-kitab musnad
Kitab musnad adalah kitab-kitab yang disususn
berdasarkan urutan nama sahabat, sesuai dengan kedahuluannya masuk islam atau
nasabnya[8],
dalam kitab ini hadis-hadis para sahabat dikumpulkan secara tersendiri.
b. Kitab-kitab Mu’jam
Kitab mu’jam adalah kitab yang disusun menurut
nama-nama sahabat, guru, negeri, atau lainnya.
c. Kitab-kitab Athraf[9]
Kitab athraf adalah semacam kitab hadis yang
penyusunanya hanya menyebutkan sebagian matan hadis yang menunjukkan
keseluruhannya, sistematika kitab biasanya mengikuti musnadnya sahabat, secara
alfabetis.
2. Metode takhrij melalui lafadz awal dari matan hadis
Metode ini dipakai apabila permulaaan lafaz-lafaz hadis tersebut dapat
diketahui dengan tetap. Jenis kitab yang dipakai dengan metode ini adalah:
a. Kitab-kitab hadis yang disusun untuk hadis-hadis yang populer dalam masyarakat.
·
Al-Tadzkirah fi Ahadits Al-Musytaharah li
al-Zarkasyi.
·
Al-Darur al-Muntatsirah fi al-Ahadits
al-Mutasytaharah al-suyuthi;
·
Al-Laily al-Mantsurah fi al-Ahadits
al-Mansyhurah mimma Allafahu al-Thab’u wa laisa lahu ashl fi al-syar’i li Ibnu
Hajar
·
Al-Maqasid
al-Hasanah fi bayan katsir ni al-hadists musytaharah ala al-alsinah li
al-sakhawi
b. Kitab hadis yang disusun secara alfabetis, antara lain al-jami’ al-shagir
min hadits al-basyir al-nadzir lil jalal
al-din abd al-rahman abi bakr al-suyutthi.
c. Kitab-kitab kunci atau indeks bagi kitab-kirab tertentu.
3. Metode takhrij melalui pengetahuan salah satu lafal hadis
Metode ini hanya menggunakan satu kitab petunjuk saja, yaitu; “al-mujmal
al-mufahras li al-alfadz al-hadits al-nabawi”. Kitab ini memerlukan sususnan
sejumlah orientalis yang dipimpin oleh A. J. Wensink. Orang muslim yang ikut
terlibat dalam penyusunannya adalah muhammad fuad abd al-baqi.
4. Metode takhrij melalui pengetahuan tema hadis
Metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah biasa dan ahli dalam
hadis. Orang yang awam dalam soal hadis akan sulit untuk menggunakannya, karena
hal yang dituntutkan dalam metode ini adalah kemampuan untuk menentukan tema
dari suatu hadis yang hendak ditakhrijkan. Baru kemudian kita membuka kitab
hadis pada bab dan kitab yang mengandung
tema tersebut.
Adapun
kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab-kitab yang disusun
secara tematis. Kitab-kitab ini dapat dibedakan kedalan tiga kelompok, yaitu:
a) Kitab-kitab yang berisi seluruh tema agama
b) Kitab-kitab yang berisi sebagian banyak tema-tema agama
c) Kitab-kitan yang berisi satu aspek saja dalam tema-tema agama.
5. Metode takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau sanad hadis
itu
Yang dimaksud dengan metode takhrij ini, ialah memerhatikan keadaan-keadaan
dan sifat hadis, baik yang ada pada matan atau sanadnya, kemudian mencari asal
hadis-hadis itu dalam kitab-kitab yangkhusus mengumpulkan hadis-hadis yang
mempunyai keadaan atau sifat tersebut, baik dalam matan maupun sanadnnya. Yang
pertama diperhatikan adalah keadaan atau sifat yang ada pada matan, kemudian
yang ada pada sanad, yang selanjutnya yang ada pada dua-duanya.
a.
Metode Kritik
Sanad
Yang
dimaksud dengan metode kritik sanad adalah suatu pengkajian secara kritis atas
objek berupa sanad atau mata rantai hadist perawi terakhir atau mukharij hadisr
hingga Rasulullah. Pengkajian ini focus pada 3 hal yaitu :
·
Biografi perawi
hadist
·
Hubungan antara
perawi terdekat dalam hadist
·
Kualitas
kepribadian perawi hadist
Sejak awal,
pengembangan ilmu disekitar isnad ini yang paling berkembang. Hal ini
dibuktikan melalui cabang-cabang ilmuhadist dan ilmu riwayat al-ruwat yang
masuk dalam jenis ilmu dirayah.
Metode kritik
sanad ini harus diimbangi pula dengan metode kedua,yaitu metode kritik matan.
Sebab, belakang ini ada banyak orang yang sangat kritis dalam mengkritik sanad
tetapi kurang kritis terhadap matan. Akibatnya mereka tampak kurang perhatian
terhadaprelevansi suatu hadist pada persoalan-persoalan kontemporer.
b. Metode
Kritik Matan
Yaitu suatu
pengkajian secara kritik atas hadist nabi dari sisi matan (redaksi hadist)
untuk menguji otensititasnya, validitasnya, serta ketepatannya. Penelitian ini
difokuskan pada beberapa objek. (1) keaslian kata hadist (bil qaul) dilihat
dari dikenal atau tidaknya kata tersebut dalam kurun Nabi dan sahabat. (2)
ketepatan pemilihan kata (redaksi hadist) oleh perawi yang meyakinkan sesuai
dengan kejadian dimasa Nabi dalam kaitannya dengan periwayatan bil ma’na.
Untuk mengetahui
secara akurat tentang keaslian suatu kata atau lafadz, menurut ibn Mubarak,
perlu metode perbandingan, sedangkan metode perbandingan dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Pertama, perbandingan antara hadist dari berbagai murid seorang syaikh. Kedua
perbandingan antara pernyataan-pernyataan (lafazd) dari seorang ulama yang
dikeluarkan pada waktu-waktu yang
berlainan. Ketiga, perbandingan antara hadist dengan ayat al-qur’an yang
berkaitan.
c.
Model kritik
sanad dan matan
Seorang ulama
besar masa kini dari al-azhar mesir, Muhammad Al-Ghazali menulis sebuah buku
yang berjudul al-sunnah al-nabawiyyah baina ahl fiqh wa ahl hadist yang telah
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, buku ni ditulis merespon gejala
sikap-sikap literal dalam memahami hadist disatu pihak yang diwakili oleh kaum
ortodok. Disisi lain merupakan respon kepada mereka yang cenderung meremehkan
fungsi hadist dalam system hukum.
Menurut Abuddin
Nata, buku ini tergolong penelitian eksploratif. Maksudnya membahas, mengkaji,
dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan actual yang muncul
dimasyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada
hadist tersebut. Dengan kata lain, Muhammad Al-Ghazali terlebih dahulu memahami
hadist yang ditelitinya dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan
dengan berbagai masalah actual yang muncul dimasyarakat. Corak penyajiannya
masih bersifat deskriptif analitis kritis. Yakni mendeskripsikan hasil
penelitian sedemikian rupa dilanjutkan dengan menganalisanya dengan pendekatan
fiqih, sehingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran islam dari
berbagai faham yang dianggapnya tidak sejalan dengan al-qur’an dan as-sunnah
yang mutawattir.
Masalah yang
terdapat dalam buku ini cukup banyak. Setelah menjelaskan prihal keshahihan
hadist dan persyaratannya,ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena
tangisannya keluarganya, tentang hokum qishas, shalat tahiyat masjid, tentang
sekitar dunia wanita yang meliputi antara kerudung dan cadar, wanita keluarga dan
profesi, hubungan wanita dengan masjid, kesaksian wanita dalam kasus pidana dan
qishas, prihal nyanyian, etika makan, minum, berpakaian, membangun rumah,
kemasukan setan, memahami al-qur’an secara serius, hadist-hadist tentang masa
kekacauan, antar sarana dan tujuan, serta takdir dan fatalisme
d. Model
Metode Kritik Historis
Contoh model
study hadis dengan metode ini adalah dikutip secara keseluruhan dari Abuddin
nata (1198: 196-197).
Mushthafa
al-siba’iy dikenal dengan tokoh intelektual muslim dari mesir dan disebut-sebut
sebagai pengikut gerakan ikhwanul muslimin, selain banyak menulis (meneliti)
tentang masalah social ekonomi dari sudut pandang islam, juga menulis buku-buku
materi kajian agama islam. Diantara bukunya yang berkenaan dengan hadist adalah
al-sunnah wa makanatuha fi al-tasyri’al-islami yang diterjemahkan oleh
nurcholish majdid menjadi sunnah dan peranannya dalam penetapan hokum islam
pembelaan kaum sunni diterbitkan oleh
pustaka firdaus, Jakarta pada tahun 1991, cetakan pertama.
Penelitian yang
dilakukan mushthafa al-siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksploratif dengan
menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni
dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam
sejarah. Ia berupa mendapatkan bahan-bahan penelitian sebanyak-banyaknya dari
berbagai literatur hadist sepanjang perjalanan kurun waktu yang tidak singkat.
Penerjemahan buku ini nurcholish madjid mengatakan,
“seperti dapat kita baca dari buku mushthafa
al-siba’iy ini, proses pencatatan dan pengumpulan bahan “laporan”itu memakan waktu cukup panjang selama 200
tahun, sejak dari masa rintisan Syihab al-din al-zuhri (Wafat 124 H./742 M) sampai penyelesaian al-Nasa’iy (wafat
303H./916 M) salah seorang tokoh Ak-kutub Al-sittah”
Hasil penelitian
yang dilakukan mushthafa al-siba’iy antara lain mengetahui sejarah proses
terjadinya dan tersebarnya hadist mulaidari Rasulullah sampai terjadinya upaya
pemalsuan hadist dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan
pencatatan sunnah, dibukukannya ilmu musthalah hadist, ilmu jarh dan ta’dil,
kitab-kitab tentang hadist-hadist palsu, dan para pemalsu serta penyebarannya.
Selanjutnya al-siba’iy juga
menyampaikan penelitiannya mengenai pandangan kaum khawarij, syi’ah, mu’tazilah
dan mutakallimin, para penulis modern, dan kaum muslimin pada umumnya terhadap
al-sunnah. Dilanjutkan dengan laporan tentang sejumlah kelompok dimasa sekarang
yang mengingkari kehujjahan al-sunnah disertai dengan pembelaannya. Dengan
melihat isi penelitian yang dilakukan al-siba’iy Nampak tidak netral. Ia
berupaya mengumpulkan bahan-bahan kajian sebanyak mungkin untuk selanjutnya
diarahkan untuk melakukan pembelaan kaum sunni terhadap kaum sunnah. Seharusnya
ia menyajikan data apa adanya sedangkan penilaiannya diserahkan kepada
pembaca.
E. Ilmu-ilmu mengenai penelitian hadits [11]
a. Rijal
al- hadist
Secara
etimologi, rijal al-hadist berarti orang-orang disekitar hadist. Secara
terminologi, ilmu rijal al-hadist adalah ilmu yang membahas tentang para
periwayat hadist baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi
setelahnya yang disebut dengan tabi’ut tabi’in dalam kapasitas mereka sebagai
periwayat hadist. Para ulama hadist mendefinisikan ilmu rijal al-hadist adalah
ilmu yang membahas tentang para perawi dan biografi dari kalangan sahabat,
tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in. objek kajiannya ada pada matan dan sanad.
b. Al-jarh wa at-ta’dil
Al-jarh wa
at-ta’dil adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan
para periwayat hadist dari segi dapat diterima atau ditolaknya periwayatannya. Al-jarh
wa at-ta’dil membahas tentang segala hal ihwal periwayat hadist dari segi
diterima atau ditolaknya riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan kepada
pembahasan kualitas pribadi periwayat hadist, khususnya dari segi
kedhabitannya, kejujurannya, integritas pribadinya terhadap ajaran islam dan
berbagai keterangan lainnya berhubungan dengan penelitian sanad hadist.
c. Tahammul
hadist
Ilmu ini
menjelaskan tentang cara-cara yang ditempuh oleh para sahabat dalam menerima
hadist dari rasulullah sekaligus menyampaikan kepada sahabat lain. Dalam
menerima hadist, dipergunakan 8 cara yaitu :
1. Metode
al-sima’ yaitu dengan cara mendengar langsung dari nabi
2. Metode
al-qira’ah yaitu dengan cara membaca dihadapan guru atau sahabat
3. Metode
al-ijazah yaitu dengan cara seorang guru memberikan ijazah atau sertifikat
kewenangan kepada murid untuk menerima dan menyampaikan hadist.
4. Metode
al-munawalah yaitu dengan cara seorang guru ahli hadist memberikan hadist
kepada muridnya agar ia dapat meriwayatkan nya dari sang guru.
5. Metode
mukatabah yaitu dengan cara seorang guru menulis dengan tangannya sendiri atau
meminta orang lain menulis darinya sebagian hadistnya untuk seorang murid yang
ada dihadapannya atau murid yang berada ditempat lain lalu guru itu
mengirimkannya kepada sang murid bersama orang yang dapat dipercayanya.
6. Metode
I’lam yaitu seorang syaikh memberitahukan kepada muridnya bahwa hadist tertentu
merupakan bagian dari riwayat-riwayat miliknya dan telah didengarnya atau telah
diambilnya dari seseorang.
7. Metode
al-washiyyah yaitu seorang syaikh mewasiatkan kepada seseorang agar hadist atau
bukunya diriwayatkan darinya. Mungkin syaikh akan meninggal atau berpergian
jauh.
8. Metode
al-wijadah yaitu penerimaan suatu hadist dari shahifah tanpa mendengar,
mendapatkan ijazah, ataupun proses munawalah.
d. Ilmu
tarikh al-ruwat
Ilmu tarikh al-ruwat
yaitu ilmu yang bertujuan memahami para perawi hadist dari aspek yang berkaitan
dengan periwayatan mereka terhadap hadist. Ilmu ini meliputi penjelasan tentang
keadaan para rawi, sejarah kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, sejarah
belajarnya, perjalanan ilmiah yang pernah ditempuh, peristiwa-peristiwa pening
yang pernah dialaminya, dan pikiran-pikiran yang terkait dengan hadist. Ilmu
ini mempelajari sejauh mana seorang perawi berhak meriwayatkan hadist-hadist.
Salah satu contohnya kitab yang membahas
biografi para rawi hadist, at-thabaqaath al-kubra karya Muhammad ibn
sa’ad(168-230 H).
e. Ilmu
gharib al-hadist
Ilmu ini
menjelaskan kata-kata hadist yang kurang jelas maknanya. Ulama memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap llmu ini karena masih memperkenalkan lebih
jauh tentang makna-makna yang masih mengandung misteri dan kontroversi.
Mengetahui kosa kata dan maknanya secara tepat merupakan langkah awal yang
tepat untuk memahami makna hadist dan menggali kandungan hukumnya. Buku yang
secara khusus ditulis dalam hal ini adalah, gharib al-hadist karya abu ubaid
al-Qasim ibn salam (157-224 H).
f. Ilmu
mukhtalif al-hadist
Ilmu ini
mengkaji hadist-hadist yang tampaknya saling bertentangan dari segi maksudnya,
dan berusaha mengkomprominya. Dan membahas hadist yang sulit difahami dan
berupaya mencari jalan keluarnya. Sebagai contoh, terdapat dua hadist nabi yang
tampaknya bertentangan, dan tentu tidak mudah difahami jika tidak mengenalinya
dengan baik. Hadist pertama berbunyi “air
tidak dapat dinajiskan oleh suatu apapun” hadist kedua berbunyi “bila air sudah mencapai dua qullah, maka
tidak akan membawa najis”, selintas kedua hadist diatas Nampak seperti
bertentangan, namun menurut ibn Qutaibah tidaklah bertentangan, sabda rasul
yang pertama didasarkan pada kebiasaan yang paling banyak terjadi karena
biasanya air yang ada disumur-sumur dan kolam-kolam jumlahnya banyak sehingga
sabda beliau tersebut berarti khusus. Disisi lain, beliau itu menjelaskan
ukuran air itu dua qullah, suatu ukuran yang tidak dapat dinajiskan karena ia
terbilang banyak. Adapun kitab yang paling awal dalam bidang ini yaitu ikhtilaf
al-hadist karya imam syafi’I (150-204 H).
g. Ilmu
‘ilal al-hadist
Ilmu ‘ilal
al-hadist yaitu ilmu yang membahas sebab yang tersembunyi (‘ilal) yang
menyebabkan suatu hadist yang asalnya berkedudukan tertentu harus diberi
catatan setelah diketahui sebab-sebabnya yang tersembunyi itu. Seperti
memuttasilkan suatu hadist kedalam hadist yang lain, dan mencampuradukan sanad
dengan matan atau yang sejenis.
h. Ilmu
Musthalah al-hadist
Ilmu Musthalah
al-hadist merupakan suatu ilmu yang membahas hakikat periwayatannya,
syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi-perawinya, dan
macam-macam yang diriwayatkan serta hal-halyang berhubungan dengannya. Definisi
lain menjelaskan bahwa ilmu ini adalah ilmu yang membahas tentang keadaan
perawinya dan apa yang diriwayatkannya dari segi diterima atau ditolaknya.
Melalui hadist ini diketahui kedudukan hadist dari sisi kualitas perawinya,
hadist nabi dibagi menjadi hadist shahih, hasan, dan daif, serta
cabang-cabangnya. Sedangkan dari sisi kuantitas perawinya, hadist nabi dibagi
menjadi dua yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad serta berbagai
cabang-cabangnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. penetapan status cacat atau ‘adil pada periwayat hadis dengan menggunakan
idiom khusus berdasarkan bukti-bukti yang mudah diketahiui para ahlinya, dan
mencermati matan-matan hadis sepanjang sahih sanadnya untuk tujuan mengakui
faliditas atau menilai lemah, dan upaya menyingkap kemusykilan pada matan
dengan mengaplikasikan tolak ukur yang detail
2. Tujuan takhrij (penelitian) al-hadis yaitu: Menemukan suatu hadis dari
beberapa buku induk., Mengetahui eksistensi hadis, Mengetahui berbagai redaksi
matan dan sanad dari mukharrij yang berbeda., Mengetahui kualitas dan kuantitas
hadis, baikdari segi sanad maupun matan. , Menemukan cacat dalam sanad atau
matan, mengetahui sanad yang bersambung atau terputus, dan mengetahui kemampuan
periwayat dalam mengingat hadis serta kejujurannya., Mengetahui status hadis, .
Mengetahui bagaimana ulama menilai hadis dan bagaimana penilaian tersebut
disampaikan.
3. Model (metode) penelitian hadis ada 5 , yaitu:Memerhatikan sahabat yang
meriwayatkannya, Memerhatikan lafal pertama dari matan hadis, Memerhatikan salah
satu lafal hadis, Memerhatikan tema hadis, Memerhatikan tentang sifat khusus
sanad atau matan hadis.
4.
Metode Kritik Hadist terbagi menjadi 3 yaitu: Metode
Kritik Sanad, Metode kritik matan, dan Metode kritik sanad
dan matan
5. Ilmu-ilmu mengenai penelitian hadits yaitu: Rijal al- hadist , Al-jarh wa at-ta’dil, Tahammul hadist, Ilmu tarikh al-ruwat, Ilmu gharib al-hadist, Ilmu mukhtalif al-hadist, Ilmu ‘ilal al-hadist, Ilmu Musthalah al-hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Studi Islam dalam Rangka Dimensi
dan Pendekatan, 2005. Jakarta :
Kencana.
Nurhakim,Moh., Metodologi Studi Islam, 2014. Malang: UMM.
Khon, Abdul Majid, Takhrij dan Metode
Memahami Hadis, Nov.2014, Jakarta:
AMZAH.,
H.Idri, Studi Hadis, 2010. Jakarta: Kencana.
al-Thahhan, Mahmud, Ushul al-Takhrij wa
Dirasah al-Asanid, (Aleppo: Al-Maktabah al-Arabiyah.1978).
Azhami,Muhammad Musthafa, Manhaj Al-Naqd
‘Inda al-muhaditsin, (Riyadh: al-Ummariyah,1982),
Al-jawwabi, Juhud Al-Muhaditsin (Tunis: Muassasa Abd Al-Karim, 1986)
[1]Hans wehr, A Dictionary of modern written
arabic (London: George Allen & Unwin Ltd., 1970), h. 990.
[2]Al-qur’an surat 3/al-imran 179
[3]Muhammad Musthafa Azhami, Manhaj Al-Naqd
‘Inda al-muhaditsin, (Riyadh: al-Ummariyah,1982), h. 5
[4]Al-jawwabi, Juhud Al-Muhaditsin (Tunis:
Muassasa Abd Al-Karim, 1986) h. 94
[5]Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode
Memahami Hadis, Nov.2014, Jakarta:
AMZAH., hlm. 4-5
[6]Abdul Muhdi bin Abdi Maujud, Thuruq
Hadis Rasulullah SAW. hlm. 11
[7]Dr. Muhaimin, Studi Islam dalam Rangka
Dimensi dan Pendekatan, 2005. Jakarta : Kencana. hlm. 157
[8]Shubi al-Shalih. Op.cit. hlm.123
[9]Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa
Dirasah al-Asanid, (Aleppo: Al-Maktabah al-Arabiyah.1978). hlm. 37-39
[10]Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam,
2014. Malang: UMM. hlm. 77
[11]Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam,
2014. Malang: UMM. hlm. 74
Mumtaz
BalasHapus